Kejujuran

Tidak ada tempat bagi kejujuran, begitu celetuk seorang teman. Pendapat seperti ini saiia anggap keliru, karena sebenarnya tempat yang dimaksud itu banyak, namun kejujurannya-lah yang jarang. Lihat saja kasus ibu yang menggemparkan dunia pendidikan kita yang anaknya diminta memberi contekan di kelas sementara si ibu yang protes malah dikucilkan oleh warga kebanyakan. Ibu Siami ini mungkin kesempitan di lingkungannya, tapi oleh karena itulah ia dibela dimana-mana dan malah diundang ke istana negara.
Jadi sebenarnya tempat bagi kejujuran itu terbuka lebar, penghuninya lah yang jarang. Kepada si jujur, si berani, si luhur, sejatinya disediakan tempat yang luas sekali.

Persoalannya ialah mengapa tempat yang luas itu selalu sepi? Karenanyalah, supaya men jadi ramai, kejujuran harus dirangsang, dibiasakan dan ditradisikan. Kita sudah tahu betapa kuat kepatuhan kita kepada tradisi itu.

Keliru saja, jika sudah jadi tradisi akan tetap dijalani, misalnya menjual barang-barang di rumah agar bisa menyumbang tenaga yang punya hajat, itu Keliru secara urgensi secara urgensi, tapi secara tradisi, dia bisa dikucilkan dari norma yang sedang berlangsung. Kita sudah tahu betapa kuat kepatuhan kita terhadap tradisi itu, maka kalau yang keliru diganti Benar, lalu

Kebenaran itu ditradisikan, kekuatan kita dalam menjalani kebenaran pasti akan kuat sekali, karena apa? Karena Kebenaran sudah menjadi tradisi. Kita akan takut melanggar tradisi, jika tradisi itu isinya kebenaran, maka kita akan mentradisikan kebenaran, karenanya..
mentradisikan kebenaran dan kejujuran itu harus segera dimulai, jika sudah menjadi tradisi, berbuat jujur dan benar itu akan terasa ringan dan mudah. Tidak sulit lagi. Tidak berat lagi seperti sekarang ini.

Mengapa ringan? Karena semuanya, semua orang ikut menjalani. Kenapa mudah? Karena semua saling menduplikasi, satu memeragakan, yang lain meniru. Itulah inti dari duplikasi. Jika hal ini terus berjalan, akan jadilah kebiasaan, jika sudah menjadi kebiasaan, akan jadilah keharusan.

Harus benar dan harus jujur, sebab kalau tidak, seseorang akan dianggap menyalahi tradisi. Siapa saja yang dianggap menyimpang dari tradisi akan diasingkan dan dianggap sebagai orang buangan.

Bayangkan jika kita memiliki tradisi kebenaran semacam itu, Indonesia pasti akan menjulang semakin tinggi. Salah, tidak jujur, korupsi akan dicap menyalahi, bertentangan dan berseberangan dengan tradisi. Lihatlah sikap kita terhadap tradisi itu saat ini, sungguh masih tetap saja kuat sekali hingga saat ini.
Tetapi isi tradisi itu juga masih tetap kuat. Ada tradisi untuk membela kekeliruan sekarang ini, tradisi menolong kesalahan, tradisi menyantuni kebodohan yang buahnya malah berupa penjerumusan. Baca Indonesian Strong from Home secara keseluruhan.

Penjerumusan ini sungguh terjadi di banyak segi. Seluruh murid bodoh harus dibantu kelulusannya, kalau perlu diberi contekan. Bahkan hingga diberlakukan sistem subsidi. Nilai uang serta keseluruhan harta si pintar dikurangi untuk diinfakkan kepada yang kekurangan (murid yang tidak pintar maksudnya, red.).

Jika hendak membuat SIM tidak perlu untuk melewati rangkaian ujian untuk beberapa individu dan pribadi, malah kalau perlu umur dituakan. KTP pun jangan dipersulit atas nama pertemanan. Inilah mengapa seorang penduduk bisa memiliki bermacam KTP yang berbeda lebih dari 6 buah. Semua urusan dimudahkan, jangan dipersulit, harus gotong-royong, welas asih dan terbiasa menyantuni sesama yang membutuhkan. Begitu tradisi pemerintah kita.

Sungguh niat mulia itulah yang menjadi tradisi kita di Indonesia. Itu adalah tradisi yang kuat sekali, saling ingin membantu meringankan, memudahkan dan ingin melancarkan. Lalu apa yang salah dari semua itu? Tidak ada! Ini tradisi luar biasa! Mulia sekali! Kebiasaan yang sudah mengakar itu tidak perlu diubah, karena bisa jadi mustahil untuk kita merubahnya. Yang perlu diperhatikan, yang perlu kita ubah cukup muatannya, isiannya, sedangkan bentuknya, Biarkanlah! Kita harus tetap terus tolong menolong, berjibaku bahu-membahu, tetapi tidak untuk soal-soal yang keliru.

Kejujuran
Muhammad Athir Ardan
Maka biarlah anak kelas tiga SD ini misalnya menjawab soal dengan jujur walau mungkin keliru sepanjang kejujuran itulah yang sedang menjadi fokus dan prioritas kita untuk ditradisikan. Misalnya pertanyaan kepada anak SD yang kebetulan adalah keponakan saiia sendiri itu. Bunyi pertanyaannya begini; "Apa tindakanmu jika teman sebangkumu ketinggalan membawa pensil?". Jawabannya; A. Meminjami. B. Membiarkan. C. Membelikan.

Di dalam benak keponakan saiia, menjawab jujur sesuai dengan apa kata hatinya adalah kebutuhan, lalu apa jawabnya? Ia menjawab untuk membiarkan. Karena memang itu yang dia lakukan dan berkesesuaian dengan hati dan situasinya saat itu. Karena jangankan meminjami pensil kepada teman yang lupa, dia sendiri mungkin pada saat itu melakukan hal yang sama, kelupaan membawa pensil, jadi tidak mungkin anak itu dengan segala kecanggihan otaknya berinisiatif untuk meminjami bahkan membelikannya dengan uang yang tidak ia punya, namun berkat olah otaknya tadi, ia berinisiatif -lagi- mengambil uang teman lainnya untuk kemudian membeli sebuah pensil untuk temannya yang kelupaan itu tadi.

Jika kejujuran ingin kita tradisikan, jawaban anak kecil seperti itu sekalipun harus dibenarkan, dan itu butuh menjadi sebuah kesepakatan bersama sampai ke Menteri Pendidikan. Itulah caranya bagaimana kita membuat sebuah tradisi. Tradisi itu harus dijalankan bersama-sama untuk waktu yang sangat lama.

Indonesian Strong from Home

9 komentar:

  1. kejujuran akan membangun karakter yang dapat dipercaya oleh orang lain. mungkin orang yang ragu bahwa masih ada kejujuran di dunia ini adalah orang yang ragu bahwa dia sendiri mampu untuk jujur.

    btw, saya nge-tag mas genial di PR saya.. semoga berkenan ya. http://themoonhead.wordpress.com/2011/12/27/11-the-homework-pr-serba-sebelas/

    BalasHapus
  2. sekarang nich aneh sob.... orang jujur malah diusir.... kayak kasus di surabaya krmn.... huffff

    Salam persahabatan selalu dr MENONE

    BalasHapus
  3. kejujuran ^^ hal yang sukar, tetapi ketika diperoleh jangan sekali-kali mengkhianatinya =D harus jujur teruuussssss :)

    BalasHapus
  4. iya, jujur memang pahit, jujur juga yang membuatku tidak lagi mendapat perhatian lagi darinya..

    #eh kok jadi curhat :(

    BalasHapus

D'APRÈS VOUS?