Objektif Sejati
Lepas dari Objektif Rasional dan Objektif Logis, kini kita melihat dunia apa adanya. Sekali lagi, terlepas dari persepsi, tanpa adanya pretensi apapun, terbebas dari pandangan siapapun, yang bagaimanapun. Tanpa mesti terjebak angan-angan atau imajinasi kita sendiri ataupun hayalan kolektif suatu lingkungan, terjebak dari isme-isme yang ada atau yang kita anut, gag terjebak oleh bahasa suatu bangsa atau bahkan Agama apapun dimanapun Agama tersebut berkembang. Bukan lagi hasil rekayasa pikiran, bukan hasil akal-akalan yang biasa kita temui di muka bumi ini.
Sekarang banyak yang hafal dalil-dalil, hafal teori-teori ini itu ono ntu dll, teori sosial ataupun eksakta, teori keduniaan atau keagamaan. Sama ajja! Semua teori hanyalah teori, gag ada artinya bagi kehidupan ini jika gag dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan hidup ini. Untuk apa akal dianugerahkan pada manusia? Untuk menjawab soal-soal nyata dalam hidup. Melangkah menuju kebenaran.
Hafal rumusan atau teori quantum kentut segala macem bisa menjalani hidup? Apal gopal Al Quran atawa kitab suci lainnya dapat menemukan kebenaran? Eiittts... nanti dulu! Kita harus mampu membedakan antara hafal dan bertindak benar.
Ingat teori Laron?! Senada dengan teori tersebut, bisa kita ambil contoh belajar nyetir mobil. Katakanlah Agan/Sis belajar bawa mobil. Bagian-bagian yang diperlukan untuk menyetir sudah diketahui dengan baik bahkan hafal di luar kepala (sampe angkasa raya kek'a tu hapalan :p). Begitu diterangin caranya menjalankan mobil, apa yang terjadi?!?! Kopling diinjak, gigi 1 masuk, kopling dilepas.. hhrrrrrngggg.. mobil loncat.. mesin mati.. berhentilah secara tiba-tiba mobil tersebut.
Ternyata eh ternyata.. gag hanya hafal dan gag hanya tahu. Tapi juga harus dapat bertindak benar, tepat dan seimbang, sistematis atau apalah istilahnya, silahkan imajinasikan sendiri istilah yang pas untuk keadaan ini.
Nabi Ibrahim mencari kebenaran, Sidharta Gautama harus melalui 6 tahun untuk mencari kebenaran. Nabi Musa harus ke gunung Tursina terlebih dulu sebelum menerima wahyu. Bahkan Nabi Muhammad SAW bertahannuts sebulan penuh tiap-tiap Ramadhan di Gua Hira sebelum diangkat menjadi Rasul. Hasilnya? Mereka semua menjadi manusia yang Objektif, Rasional, Logis dan telah menemukan Al Haqq. Mereka menemukan Kebenaran.
Para Nabi atau orang-orang tertentu dianugerahi pengetahuan sejati. Mereka melihat kebenaran ini apa adanya dan sebagaimana adanya. Tanpa sekolah dapat menyembuhkan orang yang sakit bahkan mampu menghidupkan orang yang telah meninggal. Mereka gag perlu rumusan tertentu, mereka gag perlu teori! Lha wong udah liad langsung ngapain butuh teori!
Sekarang banyak yang hafal dalil-dalil, hafal teori-teori ini itu ono ntu dll, teori sosial ataupun eksakta, teori keduniaan atau keagamaan. Sama ajja! Semua teori hanyalah teori, gag ada artinya bagi kehidupan ini jika gag dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan hidup ini. Untuk apa akal dianugerahkan pada manusia? Untuk menjawab soal-soal nyata dalam hidup. Melangkah menuju kebenaran.
Hafal rumusan atau teori quantum kentut segala macem bisa menjalani hidup? Apal gopal Al Quran atawa kitab suci lainnya dapat menemukan kebenaran? Eiittts... nanti dulu! Kita harus mampu membedakan antara hafal dan bertindak benar.
Ingat teori Laron?! Senada dengan teori tersebut, bisa kita ambil contoh belajar nyetir mobil. Katakanlah Agan/Sis belajar bawa mobil. Bagian-bagian yang diperlukan untuk menyetir sudah diketahui dengan baik bahkan hafal di luar kepala (sampe angkasa raya kek'a tu hapalan :p). Begitu diterangin caranya menjalankan mobil, apa yang terjadi?!?! Kopling diinjak, gigi 1 masuk, kopling dilepas.. hhrrrrrngggg.. mobil loncat.. mesin mati.. berhentilah secara tiba-tiba mobil tersebut.
Ternyata eh ternyata.. gag hanya hafal dan gag hanya tahu. Tapi juga harus dapat bertindak benar, tepat dan seimbang, sistematis atau apalah istilahnya, silahkan imajinasikan sendiri istilah yang pas untuk keadaan ini.
Dalam hidup ini kebenaran sejati hadir di luar teori. Ia bukanlah dari luar. Melainkan dari dalam diri. Dari Sang Maha Pribadi. Kebenaran yang gag dapat direkayasa. Yang dapat direkayasa hanya alunan gelombangnya.
Nabi Ibrahim mencari kebenaran, Sidharta Gautama harus melalui 6 tahun untuk mencari kebenaran. Nabi Musa harus ke gunung Tursina terlebih dulu sebelum menerima wahyu. Bahkan Nabi Muhammad SAW bertahannuts sebulan penuh tiap-tiap Ramadhan di Gua Hira sebelum diangkat menjadi Rasul. Hasilnya? Mereka semua menjadi manusia yang Objektif, Rasional, Logis dan telah menemukan Al Haqq. Mereka menemukan Kebenaran.
Para Nabi atau orang-orang tertentu dianugerahi pengetahuan sejati. Mereka melihat kebenaran ini apa adanya dan sebagaimana adanya. Tanpa sekolah dapat menyembuhkan orang yang sakit bahkan mampu menghidupkan orang yang telah meninggal. Mereka gag perlu rumusan tertentu, mereka gag perlu teori! Lha wong udah liad langsung ngapain butuh teori!
"Selamanya" bukanlah tujuan hidup. Sifat dunia ini fana! Hanya gas semata. Akan menguap. Hidup hanya singgah untuk meneguk air kehidupan di dunia.
tumben bahasannya berat begini sob.. :)
BalasHapushanya bisa brusaha bljar brtindak benar dan mnapaki jejak kbenaran dari sang pnerima kbenaran sejati..
BalasHapusulasan penuh makna sob, mesti direnungkan :)
Sangat dalam maknanya sob. Thanks sharingnya :)
BalasHapuspikiranku jadi lebih terbuka. pencerahan banget nih kayaknya.
BalasHapuskunjungan perdana nih, ditunggu kunjungan baliknya.
agree.
BalasHapustahu aja nggak cukup
^^
hafal aja ga cukup, perlu dipraktekin, praktik sekali aja pun ga cukup karena pasti ada salahnya, jadi harus terus dan berkesinambungan ya
BalasHapushidup hanya singgah hanya untuk meneguk air kehidupan...nice word :)
BalasHapusWew... sangat berbobot artikelnya bro,,,
BalasHapusIjin menyimaknya,,, :)
BLogwalking rutin di sini dengan bagi-bagi MP3 Inspiratif Bag. XVII, mohon direview Sob... :)
Thanks, Salam bLogger
kalau menurutku, objektif itu diam. melihat, mendengar, sedangkan yang lain bersuara. diam tapi menilai. hahahaha (kagak nyambung ach komentku)
BalasHapusgag lagi memperdebatkan ranah privat.. seperti cara beribadah
BalasHapuskebenaran sejati kan selalu berada dipuncak, meskipun awalnya dihalang-halangi dan disembunyikan, namun kebenaran sejati lambat lalun kan muncul dengan perlahan hingga on the top...semangat :)
BalasHapusyayayyaaa......makasi penjabarannya.
BalasHapusyoyoyo
BalasHapus